Rabu, 29 Desember 2010

KEMISKINAN


Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan yang menjadi pusat perhatian pemerintah dinegara manapun. Kemiskinan itu sendiri dapat didefinisikan dalam beberapa pengertian antara lain       
1.Kemiskinan relative: Merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi   pendapatan.
2.Kemiskinan  Absolut  ditentukan  berdasarkan  kebutuhan   pokok minimum   seperti;Pangan,sandang,kesehatan,perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Dimana kebutuhan pokok minimum itu sendiri diartikan sebagai ukuran financial dalam bentuk uang.  Sedangkan nilai kebutuhan  minimum kebutuhan dasar disebut dengan Garis Kemiskinan. Sehingga penduduk yang pendapatannya dibawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin. Sedangkan Terminologi lainnya tentang kemiskinan diantaranya  :
3.   Kemiskinan Struktural  :   Kemiskinan  yang  ditenggarai  atau   didalihkan    bersebab  dari kondisi struktur atau tatanan kehidupan yang tidak    menguntungkan.
4.  Kemiskinan Kultural :  Kemiskinan  yang  diakibatkan   oleh  faktor-faktor adat  dan budaya suatu daerah tertentu  yang  membelenggu  seseorang  tetap  melekat dengan  indikator kemiskinan.
  Beberapa pendekatan yang digunakan untuk menentukan kemiskinan itu sendiri antara lain :
a.Pendekatan Pendapatan/Pengeluaran
 Strategi kebutuhan dasar ( basic needs) yang dipromosikan dan dipopulerkan oleh International Labor Organization (ILO) tahun 1976. Strategi ini memberi tekanan pada pendekatan langsung dari pertumbuhan  ekonomi. Namum kesulitan umum dalam penentuan indicator kebutuhan dasar adalah standar atau kriteria   yang subjektif karena dipengaruhi oleh adat, budaya daerah dan kelompok sosial selain itu  kesulitan dalam penentuan secara kuantitatif dari masing-masing komponen kebutuhan dasar itu sendiri.
Beberapa rumusan mengenai komponen kebutuhan dasar :
• Menurut United Nations (1961), kebutuhan dasar terdiri dari kesehatan, bahan makanan dan gizi, 
    pendidikan, kesempatan kerja dan kondisi pekerjaan, perumahan, sandang, rekreasi, jaminan social dan  
    kebebasan manusia.
• Menurut  Ganguli  dan  Gupta  (1976)  sebagaimana  dikutip  oleh  Hendra Esmara (1986 :   289),komponen  kebutuhan   dasar   terdiri  atas gizi,  perumahan,  pelayanan kesehatan.  Pengobatan, pendidikan dan sandang.
• Menurut   Hendra  Esmara  (1986 : 320-321),  komponen  kebutuhan  dasar  primer untuk bangsa Indonesia mencakup pangan. Sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan.
   Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), komponennya meliputi pangan dan bukan pangan yang disusun menurut daerah perkotaan dan perdesaan berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional .

    b.Pendekatan rata-rata PerKapita.
 Pendekatan rata-rata per kapita biasanya belum mempertimbangkan tingkat konsumsi berdasarkan golongan umur, jenis kelamin dan skala ekonomi dalam konsumsi oleh karena itu dari waktu kewaku oleh karena itu pendekatan ini mengalami perkembangan. Pengukuran secara Internasional dimana Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan sebesar 1 dollar dalam bentuk satuan Purchasing Power Parity (PPP) per kapita per hari. Negara maju menetapkan 1/3 dari nilai PDB per kapita per tahun dan untuk Indonesia garis kemiskinan didekati dengan pengeluaran minimum makanan yang setara dengan 2.100 kilokalori perkapita per hari ditambah pengeluaran minimum bukan makanan.

c. Pendekatan BKKN
Badan Kesejahteraan Keluarga Nasional lewat konsep kesejahteraan keluarga membagi kriteria keluarga kedalam lima tahapan yaitu :
-          Keluarga Pra sejahtera (Pra-KS)
-          Keluarga Sejahtera I (KS-I)
-          Keluarga sejahtera II (KS –II)
-          Keluarga sejahtera III (KS-III)
-          Keluarga Sejahtera III Plus (KS III-Plus)
Dimana  kategori  keluarga  miskin  adalah  keluarga  Pra  Sejahtera  (Pra-KS) dan Keluarga Sejahtera I (KS-I). Ada lima indikator yang  harus dipenuhi agar suatu keluarga dikategorikan sebagai keluarga sejahtera I ( 
     KS-I) yaitu :
1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai agama yang dianut masing- masing.
2. Seluruh anggota keluarga pada umumnya makan 2 kali sehari atau lebih.
3. Seluruh   anggota  keluarga  mempunyai  pakaian  yang  berbeda  dirumah , sekolah  atau
    Berpergian.
4. Bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah.
5. Bila anak sakit atau PUS (Pasangan Usia Subur) ingin mengikuti KB pergi ke sarana/petugas kesehatan serta diberi cara KB Modern. Sehingga dikategorikan Keluarga Pra-Sejahtera apabila tidak memenuhi salah satu dari lima indicator diatas.
Oleh karena itu pendekatan  ini  dianggap  masih  kurang  relaistis  karena  konsep  keluarga -Pra sejahtera dan KS-I sifatnya normative dan lebih sesuai dengan keluarga inti,disamping itu masih bersifat sentralistik dan seragam yang belum tentu sesuai dengan keadaan suatu daerah.

d. Pendekatan Kriteria Miskin Menurut Biro Pusat Statistik
Ada 8 variabel yang dianggap layak untuk penentuan rumah tangga miskin
1. luas Lantai PerKapita :
         < = 8 m² (skor 1)
         > = 8 m² (skor 0)
2. Jenis Lantai :
       Tanah ( skor 1 )
       Bukan tanah ( skor  0 )
3. Air Minum/Ketersediaan Air Bersih :
       Air hujan/sumur tidak terlindung (skor 1)
      Ledeng/PAM/Sumur terlindung (skor 0)
4.  Jenis Jamban/WC
      Tidak ada (skor 1)
      Bersama/sendiri (skor 0)
5. Kepemilikan Asset
      Tidak punya Asset (skor 1)
      Punya Asset (skor 0)
6.  Pendapatan (total pendapatan per bulan )
      < = 350.000 ( skor 1)
      > = 350.000 (skor 0 )
7.  Pengeluaran (persentase pengeluaran untuk makanan )
      80 persen + (skor 1)
      <  80 persen (skor 0)
8. Konsumsi Lauk pauk (daging,ikan,telur,ayam)
      Tidak ada/ada, tapi tidak bervariasi (skor 1)
      Ada, bervariasi (skor 0 )

Untuk mengukur kemiskinan di Indonesia, BPS mengunakan konsep kemampuan pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini kemiskinan itu dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Dan metode yang dipergunakan untuk menghitung Garis Kemiskinan (GK)  terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Komoditi kebutuhan makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi.
Sedangkan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perunmahan,sandang,pendidikan dan kesehatan, yang diwakili oleh 51 jenis komoditi (kelompok pengeluaran) di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan .
Sedangkan Garis Kemiskinan Non Makanan ( GKNM) merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non makanan terpilih yang meliputi perumahan,sandang, pendidikan dan kesehatan.
Dengan demikian Garis kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM). Oleh karena itu penduduk yang  memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah Garis Kemiskinan, diklasifikasikan kedalam Penduduk Miskin (PM).
Dengan demikian persentase penduduk miskin suatu provinsi dapat dihitung :
                              % PM p  =  PM p
                                                    Pp
Dimana  :
 % PM p        =  % Penduduk miskin di provinsi p
PM p             =  Jumlah penduduk miskin di provinsi p
Pp                   =  Jumlah penduduk di provinsi p
                                                    
 Berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar, indikator kemiskinan  yang digunakan adalah
¤   Head Count Index ( HCI- Po)  atau  persentase  penduduk  yang  berada   dibawah Garis Kemiskinan (GK).
Gambaran tentang  Jumlah dan persentase Penduduk Miskin tahun 1996 – 2008 serta Garis Kemiskinan  dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Jumlah dan persentase Penduduk miskin di Indonesia
Tahun 1996 - 2008

Jumlah Penduduk Miskin (juta)
Persentase Penduduk Miskin
Tahun
Kota
Desa
Kota+Desa
Kota
Desa
Kota + Desa
1996
9.42
24.59
34.01
13.39
19.78
17.47
1998
17.60
31.90
49.50
21.92
25.72
24.23
1999
15.64
32.33
47.97
19.41
26.03
23.43
2000
12.30
26.40
38.70
14.60
22.38
19.14
2001
8.60
29.30
37.90
9.76
24.84
18.41
2002
13.30
25.10
38.40
14.46
21.10
18.20
2003
12.20
25.10
37.30
13.57
20.23
17.42
2004
11.40
24.80
36.10
12.13
20.11
16.66
2005
12.40
22.70
35.10
11.68
19.98
15.97
2006
14.49
24.81
39.30
13.47
21.81
17.75
2007
13.56
23.61
37.17
12.52
20.37
16.58
2008
12.77
22.19
34.96
11.65
18.93
15.42
Sumber : Badan Pusat Statistik 2008

         Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode 1996-2008 mengalami fluktuasi dengan kecenderungan mengalami penurunan. Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan sebesar 13,96 juta yaitu dari 34,01 juta pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta pada tahun 1999 dengan tingkat persentase meningkat dari 17,47 % menjadi 23.43 %. Begitu pula untuk tahun 1999-2000 penduduk miskin berkurang menjadi 9.57 juta jiwa atau menurun dari 47,97 juta menjadi 38,70 juta dengan persentase penurunan sebesar 4.29 %.
Pada periode 2002-2005 penurunan penduduk miskin dari 38,40 juta menjadi 35,10 atau sebesar 3,3 juta jiwa, dengan persentase penurunan dari 18,20 % menjadi 15,97 % pada tahun 2005.
Untuk tahun 2005 – 2006 terjadi penambahan penduduk miskin dari 35,10 juta menjadi 39,30 juta atau mengalami peningkatan sebesar 4,20 juta dengan tingkat persentase sebesar 2.33 %  dari 15,97 % pada tahun 2005 menjadi 17,75 % pada tahun 2006.
 Pada tahun 2006 – 2008 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebesar  4,34 juta  dengan tingkat persentase sebesar 2,33 %.
Adapun Garis kemiskinan Indonesia berdasarkan Perkotaan dan Perdesaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini    :
Garis kemiskinan Perkotaan dan Perdesaan
Tahun 1996 – 2008

Garis Kemiskinan(Rupiah)
Tahun
Kota
Desa
1996
42,032
31,366
1998
96,959
72,780
1999
92,409
74,272
2000
91,632
73,648
2001
100,011
80,382
2002
130,499
96,512
2003
138,803
105,888
2004
143,455
108,725
2005
150,799
117,259
2006
174,290
130,584
2007
187,942
146,837
2008
204,896
161,831

           














                                  Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008


¤ Indikator kedua yang digunakan sebagai indicator kemiskinan  adalah Indeks  Kedalama   Kemiskinan  ( Poverty Gap Indekx- P1),  yang  merupakan  ukuran  rata-rata  kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin  tinggi  nilai  indeks  semakin  jauh  rata –rata  pengeluaran  penduduk dari garis kemiskinan.
¤ Ketiga   yakni   Indeks   Keparahan   kemiskinan   ( Poverty  Severity  Index- (P2 ),   yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.
Gambaran mengenai Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks keparahan kemiskinan dapat dilihat pada tabel berikut :

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Tahun 1999 -2008
Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
1999
3.52
4.84
4.33
2000
1.89
4.68
3.51
2001
1.74
4.68
3.42
2002
2.59
3.34
3.01
2003
2.55
3.53
3.13
2004
2.18
3.43
2.89
2005
2.05
3.34
2.78
2006
2.61
4.22
3.43
2007
2.15
3.78
2.99
2008
2.07
3.42
2.77



                              









                                      Sumber : Badan Pusat Statistik  2008
       
Dari data diatas terlihat bahwa secara umum indeks kedalaman kemiskinan di Indonesia untuk periode 1999 – 2008 berfluktuasi yang mengarah pada kecenderungan penurunan.Ditahun 1999 Indeks kedalaman kemiskinan memperlihatkan angka sebesar 4,33 persen. dari total jumlah penduduk Indonesia, Kemudian di tahun 2003 Indeks kedalaman kemiskinan berkisar 3,13 persen atau mengalami peningkatan sebesar 0,12 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan Untuk tahun 2008 Indeks kedalaman kemiskinan menunjukkan angka sebesar 2,77 persen atau mengalami penurunan sebesar 0,22 persen dari tahun 2007.
         Indeks kedalaman kemiskinan (P1) tahun 1999 – 2008 mengalami fluktuasi walaupun cenderung menurun dari tahun ke tahun, yang berindikasi rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan.
Indeks kedalaman kemiskinan (P1) di perdesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan  yang berarti jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan di perdesaan lebih jauh dibandingkan dengan di perkotaan.
Hal yang sama berlaku pula pada Indeks Keparahan kemiskinan (P2) yang cenderung menurun. Hal ini merupakan indikasi bahwa dalam periode tersebut ketimpangan penduduk miskin semakin berkurang.
Dari tabel dibawah ini juga terlihat Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di perdesaan lebih tinggi dibanding perkotaan 

                                                     Indeks Keparahan kemiskinan (P2) Tahun 1999-2008
Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
1999
0.98
1.39
1.23
2000
0.51
1.39
1.03
2001
0.45
1.36
0.97
2002
0.71
0.85
0.79
2003
0.71
0.93
0.85
2004
0.58
0.90
0.78
2005
0.60
0.89
0.76
2006
0.77
1.22
1.00
2007
0.57
1.09
0.84
2008
0.56
0.95
0.76
                                           Sumber : BPS


Koefisien Gini ini didasarkan pada kurva Lorenz yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variabel tertentu (misalkan pendapatan) dengan distribusi yang mewakili  persentase kumulatif penduduk.
Gini ratio di Indonesia menurut daerah tahun 1996 – 2008  dapat dilihat pada table dibawah ini :

Gini Ratio di Indonesia Tahun 1996-2008

Gini ratio di Indonesia Tahun 1996 -2008
Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
1996
0.36
0.27
0.36
1997
0.35
0.26
0.37
1998
0.33
0.26
0.32
1999
0.32
0.25
0.31
2000
0.32
0.25
0.33
2001
0.31
0.25
0.32
2002
0.33
0.25
0.33
2003
0.32
0.24
0.32
2004
0.31
0.25
0.32
2005
0.34
0.26
0.34
2006
0.35
0.28
0.34
2007
0.37
0.30
0.36
2008
0.38
0.30
0.38
Sumber : Badan Pusat Statistik 2008

 - Ukuran Bank Dunia
     Bank Dunia mengelompokkan penduduk sesuai dengan besarnya pendapatan atas tiga kelompok besar :
-          40 persen  penduduk dengan pendapatan rendah.
-          40 persen penduduk dengan pendapatan menengah
-          20 persen penduduk  dengan pendapatan tinggi.
Ketimpangan pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan penduduk dari kelompok yang berpendapatan 40% terendah dibandingkan total pendapatan seluruh penduduk.